Selasa, 22 Maret 2011

TULISAN 1 (nasib seorang tuna netra)

NASIB SEORANG TUNA NETRA

aku hanya dapat
melihat dalam kegelapan
aku hanya dapat
merasakan dalam kehitaman
taq dapat aku pandanggi
indahnya dunia ini
taq dapat pula aku nikmati
eloknya alam ini
terang bagi mereka
namun taq bagi aku
bagus bagi mereka
namun taq untuk aku
teman aku hanya satu,yaitu
....TON9KAT.....
ditangan yang
selalu menuntun langkah aku
aku yakin ini
adalah anugrah
tuhan yang aku miliki
aku yakin suatu,saat nanti
tuhan akan memberikan
yang lebih baik dari ini
wahai kawan aku
syukurilah pemberian
tuhan muu itu
jadikan sebuah pelajaran
karena kalian
jauh lebih beruntung
dari aku
jangan kalian gunakan
hanya untuk hal yang sia_sia
karena kalian taq pernah merasakan
....BA9AIMANA....
,,,,NASIB SEORANG TUNA NETRA,,,,,

Neraca Pembayaran , Arus Modal Asing , Utang Luar Negeri (Perekonomian Indonesia Bab 11)

BAB 11 NERACA PEMBAYARAN, ARUS MODAL ASING, DAN UTANG LUAR NEGERI
Neraca Pembayaran
Neraca pembayaran merupakan suatu ikhtisar yang meringkas transaksi-transaksi antara penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Neraca pembayaran mencakup pembelian dan penjualan barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintah asing, dan transaksi finansial. Umumnya neraca pembayaran terbagi atas neraca transaksi berjalan dan neraca lalu lintas modal dan finansial, dan item-item finansial.
Transaksi dalam neraca pembayaran dapat dibedakan dalam dua macam transaksi.
1. Transaksi debit, yaitu transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari dalam negeri ke luar negeri. Transaksi ini disebut transaksi negatif (-), yaitu transaksi yang menyebabkan berkurangnya posisi cadangan devisa.
2. Transaksi kredit adalah transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari luar negeri ke dalam negeri. Transaksi ini disebut juga transaksi positif (+), yaitu transaksi yang menyebabkan bertambahnya posisi cadangan devisa negara.



Arus Modal Masuk

ARUS modal asing bisa mendatangkan manfaat yang lebih besar ketimbang risikonya jika dikelola dengan benar. Diperkirakan hingga akhir tahun ini arus modal asing yang masuk ke Indonesia mencapai sekitar US$25 miliar.
Manfaat tersebut antara lain, penurunan biaya bunga APBN, sumber investasi swasta, pembiayaan Foreign Direct Investment (FDI) dan kedalaman pasar modal. Sementara risikonya adalah terjadinya pembalikan, tekanan penguatan rupiah dan gelembung ekonomi.
Pemerintah perlu lebih aktif lagi untuk mendorong perusahaan swasta untuk masuk bursa lewat penawaran saham perdana (IPO) atau right issue. kemudian, memperbanyak penerbitan obligasi negara dengan berbagai macam seri dan jangka waktu.


Utang Luar Negeri

Indonesia sebagai negara yang sedang membangun, ingin mencoba untuk dapat membangun bangsa dan negaranya sendiri tanpa memperdulikan bantuan dari negara lain. Tentu ini pernah dicoba. Namun ternyata Indonesia sulit untuk terus bertahan ditengah derasnya laju globalisasi yang terus berkembang dengan cepat tanpa mau menghiraukan bangsa yang lain yang masih membangun. Dalam kondisi seperti ini, Indonesia akhirnya terpaksa mengikuti arus tersebut, mencoba untuk membuka diri dengan berhubungan lebih akrab dengan bangsa lain demi menunjang pembangunan bangsanya terutama dari sendi ekonomi nasionalnya.
Menurut Boediono (1999:22), pertumbuhan ekonomi merupakan tingkat pertambahan dari pendapatan nasional. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi merupakan sebagai proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang dan merupakan ukuran keberhasilan pembangunan.
Indonesia sebenarnya pernah memiliki suatu kondisi perekonomian yang cukup menjanjikan pada awal dekade 1980-an sampai pertengahan dekade 1990-an. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 1986 sampai tahun 1989 terus mengalami peningkatan, yakni masing-masing 5,9% di tahun 1986, kemudian 6,9% di tahun 1988 dan menjadi 7,5% di tahun 1989. Namun pada tahun 1990 dan 1991 pertumbuhan ekonomi Indonesia mencatat angka yang sama yakni sebesar 7,0%, kemudian tahun 1992, 1993, 1994, 1995, dan 1996, masing-masing tingkat pertumbuhan ekonominya adalah sebesar 6,2%, 5,8%, 7,2%, 6,8%, dan 5,8%. Angka inflasi yang stabil, jumlah pengangguran yang cukup rendah seiring dengan kondusifnya iklim investasi yang ditandai dengan kesempatan kerja yae 1990-an. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 1986 sampai tahun 1989 terus mengalami peningkatan, yakni masing-masing 5,9% di tahun 1986, kemudian 6,9% di tahun 1988 dan menjadi 7,5% di tahun 1989. Namun pada tahun 1990 dan 1991 pertumbuhan ekonomi Indonesia mencatat angka yang sama yakni sebesar 7,0%, kemudian tahun 1992, 1993, 1994, 1995, dan 1996, masing-masing tingkat pertumbuhan ekonominya adalah sebesar 6,2%, 5,8%, 7,2%, 6,8%, dan 5,8%. Angka inflasi yang stabil, jumlah pengangguran yang cukup rendah seiring dengan kondusifnya iklim investasi yang ditandai dengan kesempatan kerja yang terus meningkat, angka kemiskinan yang cukup berhasil ditekan, dan sebagainya. Namun, pada satu titik tertentu, perekonomian Indonesia akhirnya runtuh oleh terjangan krisis ekonomi yang melanda secara global di seluruh dunia. Ini ditandai dengan tingginya angka inflasi, nilai kurs Rupiah yang terus melemah, tingginya angka pengangguran seiring dengan kecilnya kesempatan kerja, dan ditambah lagi dengan semakin membesarnya jumlah utang luar negeri Indonesia akibat kurs Rupiah yang semakin melemah karena utang luar negeri Indonesia semuanya dalam bentuk US Dollar.

Adanya kerapuhan Indonesia tersebut disebabkan dengan tidak adanya dukungan mikro ekonomi yang kuat. Permasalahan yang masih tidak dapat diselesaikan sampai saat ini adalah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang terlalu tinggi di Indonesia, sumber daya manusia Indonesia kurang kompetitif, jiwa entrepreneurship yang kurang, dan sebagainya (Anggito Abimanyu. XXXX:8).

Meningkatnya pertumbuhan investasi di Indonesia dimulai dengan ditetapkannya Undang-Undang No.1/tahun 1967 tentang penanaman modal asing (PMA) dan Undang-Undang No.6/tahun 1968 tentang penanaman modal dalam negeri (PMDN). Dengan diberlakukannya Undang-undang tersebut diharapkan dapat mendorong peningkatan investasi di Indonesia dari waktu ke waktu yang kemudian menciptakan iklim investasi yang kondusif selama proses pembangunan di Indonesia.

Arus masuk modal asing (capital inflows) juga berperan dalam menutup gap devisa yang ditimbulkan oleh defisit pada transaksi berjalan. Selain itu, masuknya modal asing juga mampu menggerakkan kegiatan ekonomi yang lesu akibat kurangnya modal (saving investment gap) bagi pelaksanaan pembangunan ekonomi. Modal asing ini selain sebagai perpindahan modal juga dapat memberikan kontribusi positif melalui aliran industrialisasi dan modernisasi. Akan tetapi apabila modal asing tersebut tidak dikalola dengan baik dapat menimbulkan dampak negatif yang besar terutama apabila terjadinya capital flows reversal (Zulkarnaen Djamin, 1996: 26).

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa utang luar negeri turut mendukung terjadinya krisis ekonomi di Indonesia pada pertengahan tahun XXXX. Pada dasarnya, dalam proses pelaksanaan pembangunan ekonomi di negara berkembang seperti di Indonesia, akumulasi utang luar negeri merupakan suatu gejala umum yang wajar. Hal tersebut disebabkan tabungan dalam negeri yang rendah tidak memungkinkan dilakukannya investasi yang memadai sehingga banyak pemerintah negara yang sedang berkembang harus menarik dana dan pinjaman dari luar negeri. Selain itu, defisit pada neraca perdagangan barang dan jasa yang tinggi berhubungan juga dengan dilakukannya impor modal untuk menambah sumber daya keuangan dalam negeri yang terbatas.

Bagi negara berkembang termasuk Indonesia, pesatnya aliran modal merupakan kesempatan yang bagus guna memperoleh pembiayaan pembangunan ekonomi. Dimana pembangunan ekonomi yang sedang dijalankan oleh pemerintah Indonesia merupakan suatu usaha berkelanjutan yang diharapkan dapat mewujudkan masyarakat adil dan makmur sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, sehingga untuk dapat mencapai tujuan itu maka pembangunan nasional dipusatkan pada pertumbuhan ekonomi. Namun karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki (tercermin pada tabungan nasional yang masih sedikit) sedangkan kebutuhan dana untuk pembangunaan ekonomi sangat besar. Maka cara untuk mencapai pertumbuhan ekonomi itu adalah dengan berusaha meningkatkan investasi.
Pada pertengahan dekade 1980-an, modal asing yang masuk ke Indonesia masih didominasi oleh investasi langsung atau penanaman modal asing (PMA) dan pinjaman luar negeri (terutama pinjaman pemerintah). Baru setelah pemerintah melakukan deregulasi di sektor keuangan/perbankan yang dimulai sejak awal 1980-an, yang antara lain membuat sektor tersebut, termasuk pasar modal, berkembang dengan pesat, arus modal swasta jangka pendek dari luar negeri mulai mengalir ke dalam negeri. Penanaman Modal Asing (PMA) sendiri, berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sampai akhir Juli XXXX meningkat menjadi US$ 3.713.4 juta dengan realisasi proyek yang telah disetujui pemerintah sebanyak 563 proyek.

Berdasarkan uraian tersebut di atas tidak dapat dipungkiri bahwa berbagai komponen dalam neraca pembayaran turut mempengaruhi keadaan perekonomian di suatu negara. Negara-negara yang umumnya merupakan negara yang sedang berkembang masih terus berusaha untuk menyempurnakan ekonomi internasionalnya (Hady Hamdy, XXXX: 42).
Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan diatas, Penulis mencoba untuk membahas masalah pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam hubungannya dengan utang luar negeri (foreign debt) dan penanaman modal asing (PMA) dengan mengangkat judul “Analisis Pengaruh Utang Luar Negeri (Foreign Debt) dan Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”.


SUMBER DATA ::

http://www.seo4shared99design.co.cc/2010/08/makalah-analisis-pengaruh-utang-luar.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Neraca_pembayaran

http://makmunr.blogspot.com/2010/12/manfaat-modal-asing-lebih-besar.html
http://echaagunadarma.blogspot.com/2011/03/bab-11-neraca-pembayaran-arus-modal.html

Kebijakan Perdagangan Luar Negeri (Perekonomian Indonesia Bab 10)

BAB 10 KEBIJAKAN PERDAGANGAN LUAR NEGERI
10.1 Teori Perdagangan Internasional

TEORI KLASIK
Absolute Advantage dari Adam Smith
Teori Absolute Advantage lebih mendasarkan pada besaran/variabel riil bukan moneter sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan perhatiannya pada variabel riil seperti misalnya nilai suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang. Makin banyak tenaga kerja yang digunakan akan makin tinggi nilai barang tersebut (Labor Theory of value )
Teori absolute advantage Adam Smith yang sederhana menggunakan teori nilai tenaga kerja, Teori nilai kerja ini bersifat sangat sederhana sebab menggunakan anggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya homogeny serta merupakan satu-satunya factor produksi. Dalam kenyataannya tenaga kerja itu tidak homogen, factor produksi tidak hanya satu dan mobilitas tenaga kerja tidak bebas. dapat dijelaskan dengan contoh sebagai berikut: Misalnya hanya ada 2 negara, Amerika dan Inggris memiliki faktor produksi tenaga kerja yang homogen menghasilkan dua barang yakni gandum dan pakaian. Untuk menghasilkan 1 unit gandum dan pakaian Amerika membutuhkan 8 unit tenaga kerja dan 4 unit tenaga kerja. Di Inggris setiap unit gandum dan pakaian masing-masing membutuhkan tenaga kerja sebanyak 10 unit dan 2 unit.
Amerika lebih efisien dalam memproduksi gandum sedang Inggris dalam produksi pakaian. 1 unit gandum diperlukan 10 unit tenaga kerja di Inggris sedang di Amerika hanya 8 unit. (10 > 8 ). 1 unit pakaian di Amerika memerlukan 4 unit tenaga kerja sedang di Inggris hanya 2 unit. Keadaan demikian ini dapat dikatakan bahwa Amerika memiliki absolute advantage pada produksi gandum dan Inggris memiliki absolute advantage pada produksi pakaian. Dikatakan absolute advantage karena masing-masing negara dapat menghasilkan satu macam barang dengan biaya yang secara absolut lebih rendah dari negara lain.
Kelebihan dari teori Absolute advantage yaitu terjadinya perdagangan bebas antara dua negara yang saling memiliki keunggulan absolut yang berbeda, dimana terjadi interaksi ekspor dan impor hal ini meningkatkan kemakmuran negara. Kelemahannya yaitu apabila hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut maka perdagangan internasional tidak akan terjadi karena tidak ada keuntungan.
Comparative Advantage : JS Mill
Teori ini menyatakan bahwa suatu Negara akan menghasilkan dan kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki comparative advantage terbesar dan mengimpor barang yang dimiliki comparative diadvantage(suatu barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalau dihasilkan sendiri memakan ongkos yang besar )
Karena absolute advantage untuk produksi gandum dan pakaian ada pada Amerika semua. Tetapi yang penting bukan absolute advantagenya tetapi comparative Advantagenya.
Besarnya comparative advantage untuk Amerika , dalam produksi gandum 6 bakul disbanding 2 bakul dari Inggris atau =3 : 1. Dalam produksi pakaian 10 yard dibanding 6 yard dari Inggris atau 5/3 : 1. Disini Amerika memiliki comparative advantage pada produksi gandum yakni 3 : 1 lebih besar dari 5/3 : 1.
Untuk Inggris, dalam produksi gandum 2 bakul disbanding 6 bakul dari Amerika atau 1/3 : 1. Dalam produksi pakaian 6 yard dari Amerika Serikat atau = 3/5: 1. Comparative advantage ada pada produksi pakaian yakni 3/5 : 1 lebih besar dari 1/3 : 1. Oleh karena itu perdagangan akan timbul antara Amerika dengan Inggris, dengan spesialisasi gandum untuk Amerika dan menukarkan sebagian gandumnya dengan pakaian dari Inggris. Dasar nilai pertukaran (term of Trade ) ditentukan dengan batas - batas nilai tujar masing - masing barang didalam negeri.
Kelebihan untuk teori comparative advantage ini adalah dapat menerangkan berapa nilai tukar dan berapa keuntungan karena pertukaran dimana kedua hal ini tidak dapat diterangkan oleh teori absolute advantage.
COMPARATIVE COST DARI DAVID RICARDO
1. Cost Comparative Advantage ( Labor efficiency )
Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana Negara tersebut dapat berproduksi relative lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi relative kurang/tidak efisien. Berdasarkan contoh hipotesis dibawah ini maka dapat dikatakan bahwa teori comparative advantage dari David Ricardo adalah cost comparative advantage.
Indonesia memiliki keunggulan absolute dibanding Cina untuk kedua produk diatas, maka tetap dapat terjadi perdagangan internasional yang menguntungkan kedua Negara melalui spesialisasi jika Negara-negara tersebut memiliki cost comparative advantage atau labor efficiency.
Berdasarkan perbandingan Cost Comparative advantage efficiency, dapat dilihat bahwa tenaga kerja Indonesia lebih effisien dibandingkan tenaga kerja Cina dalam produksi 1 Kg gula ( atau hari kerja ) daripada produksi 1 meter kain ( hari bkerja) hal ini akan mendorong Indonesia melakukan spesialisasi produksi dan ekspor gula.
Sebaliknya tenaga kerja Cina ternyata lebih effisien dibandingkan tenaga kerja Indonesia dalam produksi 1 m kain ( hari kerja ) daripada produksi 1 Kg gula ( hari kerja) hal ini mendorong cina melakukan spesialisasi produksi dan ekspor kain.
2. Production Comperative Advantage ( Labor produktifiti)
Suatu Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang / tidak produktif
Walaupun Indonesia memiliki keunggulan absolut dibandingkan cina untuk kedua produk, sebetulnya perdagangan internasional akan tetap dapat terjadi dan menguntungkan keduanya melalui spesialisasi di masing-masing negara yang memiliki labor productivity. kelemahan teori klasik Comparative Advantage tidak dapat menjelaskan mengapa terdapat perbedaan fungsi produksi antara 2 negara. Sedangkan kelebihannya adalah perdagangan internasional antara dua negara tetap dapat terjadi walaupun hanya 1 negara yang memiliki keunggulan absolut asalkan masing-masing dari negara tersebut memiliki perbedaan dalam cost Comparative Advantage atau production Comparative Advantage.
Teori ini mencoba melihat kuntungan atau kerugian dalam perbandingan relatif. Teori ini berlandaskan pada asumsi:
1. Labor Theory of Value, yaitu bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang tersebut, dimana nilai barang yang ditukar seimbang dengan jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk memproduksinya.
2. Perdagangna internasional dilihat sebagai pertukaran barang dengan barang.
3. Tidak diperhitungkannya biaya dari pengangkutan dan lain-lain dalam hal pemasaran
4. Produksi dijalankan dengan biaya tetap, hal ini berarti skala produksi tidak berpengaruh.
Faktor produksi sama sekali tidak mobile antar negara. Oleh karena itu , suatu negara akan melakukan spesialisasi dalam produksi barang-barang dan mengekspornya bilamana negara tersebut mempunyai keuntungan dan akan mengimpor barang-barang yang dibutuhkan jika mempunyai kerugian dalam memproduksi.
Paham klasik dapat menerangkan comparative advantage yang diperoleh dari perdagangan luar negeri timbul sebagai akibat dari perbedaan harga relatif ataupun tenaga kerja dari barang-barang tersebut yang diperdagangkan.
TEORI MODERN
Teori Heckscher-Ohlin (H-O) menjelaskan beberapa pola perdagangan dengan baik, negara-negara cenderung untuk mengekspor barang-barang yang menggunakan faktor produksi yang relatif melimpah secara intensif
Menurut Heckscher-Ohlin, suatu negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi. Basis dari keunggulan komparatif adalah:
1. Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi didalam suatu negara.
2. Faktor intensity, yaitu teksnologi yang digunakan didalam proses produksi, apakah labor intensity atau capital intensity.
A. The Proportional Factors Theory
Teori modern Heckescher-ohlin atau teori H-O menggunakan dua kurva pertama adalah kurva isocost yaitu kurva yang menggabarkan total biaya produksi yang sama. Dan kurva isoquant yaitu kurva yang menggabarkan total kuantitas produk yang sama. Menurut teori ekonomi mikro kurva isocost akan bersinggungan dengan kurva isoquant pada suatu titik optimal. Jadi dengan biaya tertentu akan diperoleh produk yang maksimal atau dengan biaya minimal akan diperoleh sejumlah produk tertentu.
Analisis teori H-O :
a. Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing Negara
b. Comparative Advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-masing negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang dimilkinya.
c. Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif banyak dan murah untuk memproduksinya
d. Sebaliknya masing-masing negara akan mengimpor barang-barang tertentu karena negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif sedikit dan mahal untuk memproduksinya
Kelemahan dari teori H-O yaitu jika jumlah atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara relatif sama maka harga barang yang sejenis akan sama pula sehingga perdagangan internasional tidak akan terjadi.
B. Paradoks Leontief
Wassily Leontief seorang pelopor utama dalam analisis input-output matriks, melalui study empiris yang dilakukannya pada tahun 1953 menemukan fakta, fakta itu mengenai struktur perdagangan luar negri (ekspor dan impor). Amerika serikat tahun 1947 yang bertentangan dengan teori H-O sehingga disebut sebagai paradoks leontief
Berdasarkan penelitian lebiih lanjut yang dilakukan ahli ekonomi perdagangan ternyata paradox liontief tersebut dapat terjadi karena empat sebab utama yaitu :
a. Intensitas faktor produksi yang berkebalikan
b. Tariff and Non tariff barrier
c. Pebedaan dalam skill dan human capital
d. Perbedaan dalam faktor sumberdaya alam
Kelebihan dari teori ini adalah jika suatu negara memiliki banyak tenaga kerja terdidik maka ekspornya akan lebih banyak. Sebaliknya jika suatu negara kurang memiliki tenaga kerja terdidik maka ekspornya akan lebih sedikit.
C. Teori Opportunity Cost
Opportunity Cost digambarkan sebagai production possibility curve ( PPC ) yang menunjukkan kemungkinan kombinasi output yang dihasilkan suatu Negara dengan sejumlah faktor produksi secara full employment. Dalam hal ini bentuk PPC akan tergantung pada asusmsi tentang Opportunity Cost yang digunakan yaitu PPC Constant cost dan PPC increasing cost
D. Offer Curve/Reciprocal Demand (OC/RD)
Teori Offer Curve ini diperkenalkan oleh dua ekonom inggris yaitu Marshall dan Edgeworth yang menggambarkan sebagai kurva yang menunjukkan kesediaan suatu Negara untuk menawarkan/menukarkan suatu barang dengan barang lainnya pada berbagai kemungkinan harga.
Kelebihan dari offer curve yaitu masing-masing Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional yaitu mencapai tingkat kepuasan yang lebih tinggi.
Permintaan dan penawaran pada faktor produksi akan menentukan harga factor produksi tersebut dan dengan pengaruh teknologi akan menentukan harga suatu produk. Pada akhirnya semua itu akan bermuara kepada penentuan comparative advantage dan pola perdagangan (trade pattern) suatu negara. Kualitas sumber daya manusia dan teknologi adalah dua faktor yang senantiasa diperlukan untuk dapat bersaing di pasar internasional. Teori perdagangan yang baik untuk diterapkan adalah teori modern yaitu teori Offer Curve.

10.2 Perkembangan Ekspor Indonesia
_Nilai ekspor Indonesia September 2009 mencapai US$9,83 miliar atau mengalami penurunan sebesar 6,75 persen dibanding ekspor Agustus 2009. Sementara bila dibanding September 2008 mengalami penurunan sebesar 19,92 persen.
_ Ekspor nonmigas September 2009 mencapai US$8,13 miliar, turun 8,58 persen dibanding Agustus 2009 sedangkan dibanding ekspor September 2008 menurun 17,25 persen.
_ Secara kumulatif nilai ekspor Indonesia Januari-September 2009 mencapai US$80,13 miliar atau menurun 25,57 persen dibanding periode yang sama tahun 2008, sementara ekspor nonmigas mencapai US$68,11 miliar atau menurun 18,21 persen.
_ Penurunan ekspor nonmigas terbesar September 2009 terjadi pada lemak & minyak hewan/nabati sebesar US$417,7 juta, sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada bijih, kerak, dan abu logam sebesar US$207,5 juta.
_ Ekspor nonmigas ke Jepang September 2009 mencapai angka terbesar yaitu US$1,09 milyar, disusul Amerika Serikat US$850,4 juta dan Cina US$704,3 juta, dengan kontribusi ketiganya mencapai 32,51 persen. Sementara ekspor ke Uni Eropa ( 27 negara ) sebesar US$1,11 miliar.
_ Menurut sektor, ekspor hasil industri periode Januari-September 2009 turun sebesar 25,46 persen dibanding periode yang sama tahun 2008, demikian juga ekspor hasil pertanian 10,72 persen, sebaliknya ekspor hasil tambang dan lainnya naik sebesar 25,46 persen.

10.3 Tingkat Daya Saing
Peringkat daya saing Indonesia meningkat cukup signifikan di arena global. Tahun 2010 daya saing Indonesia menduduki peringkat 44 dari 144 negara yang tahun sebelumnya pada 2009 di peringkat 54. Tentu, ini sebuah prestasi yang cukup menggembirakan bagi bangsa Indonesia. Namun, Indonesia tetap jangan lengah dalam menghadapi pasar global yang kian kompetitif ini.
Sebagai masyarakat Indonesia, pastinya bangga dan bahagia dengan keberhasilan Pemerintah Indonesia dalam meningkatkan daya saing di arena global. Dalam The Global Competitiveness Report 2010-2011 yang dilansir oleh World Economic Forum (WEF) sebagai kick off atas pelaksanaan WEF Summer Davos di Tianjing, Cina pada September 2010 diungkapkan bahwa daya saing Indonesia kini berada di peringkat 44 dari 144 negara dari sebelumnya peringkat 54 pada 2009. Meningkatnya daya saing Indonesia di arena global tersebut, harus diakui tidak lepas dari peranan Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI yang dipimpin Mari Elka Pangestu, putri seorang ekonom kondang J. Panglaykim. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu yang merupakan Doktor ekonomi jebolan University of California AS ini memang cukup diandalkan, khususnya dalam mendongkrak kinerja perdagangan nasional maupun internasional. Menurut Mendag ada beberapa faktor yang membuat Indonesia mengalami kenaikan peringkat. Kenaikan peringkat ini terutama disebabkan oleh kondisi makro ekonomi Indonesia yang sehat dan perbaikan pada indikator pendidikan. Tingkat pendidikan di Indonesia semakin membaik sebagaimana diukur oleh Global Competitiveness Index 2009-2010. “Kondisi makro ekonomi Indonesia semakin membaik. iklim usaha di Indonesia sudah menunjukkan perbaikan, yakni mulai dari stabilitas makro, politik, dan pertumbuhan ekonomi sudah menunjukkan hasil positif,” ungkap Mendag Mari Elka Pangestu.
Kita akan memperluas pasar dan memperkuat perwakilan dagang di luar negeri dan meningkatkan pencitraan produk Indonesia di dalam maupun luar negeri. Misalnya mengiatkan program Aku Cinta Produk Indonesia (ACI ).
Keberhasilan kenaikan posisi daya saing Indonesia itu terutama didongkrak oleh signifikannya peningkatan peringkat beberapa pilar dari 12 pilar daya saing, yaitu Institutions, Infrastructure, Macroeconomic Environment, Health and Primary Education, Higher Education and Training, Goods Market Efficiency, Labour Market Efficiency, Financial Market Development, Technological Readiness, Market Size, Business Sophistication, dan Innovation. WEF sebagai forum yang menjadi acuan para pebisnis mancanegara melihat kinerja Pemerintah Indonesia semakin membaik di beberapa bidang, seperti perlindungan hak kekayaan intelektual naik peringkat dari 67 menjadi 58, tingkat tabungan nasional dari 40 menjadi 16, dan efektivitas kebijakan anti monopoli dari 35 menjadi 30, Indonesia pun dipandang membaik dalam hal perluasan dan dampak perpajakan, yakni naik dari peringkat 22 menjadi 17. Lalu pada pilar business sophistication juga meningkat, yaitu local supplier
quantity dari 50 menjadi 43, value chain breadth dari 35 menjadi 26, control of international distribution dari 39 menjadi 33, dan production process sophistication dari 60 menjadi 52.
Dalam penilaian WEF, peringkat kondisi infrastruktur di Indonesia mengalami penurunan, kendati tidak signifikan. Tahun sebelumnya peringkat infrastruktur Indonesia berada di poisisi 53, namun tahun ini menjadi peringkat 55.
Seiring menurunnya peringkat infrastruktur Indonesia, maka Pemerintah melalui jajaran Kementerian terkait, termasuk Kementerian Perdagangan RI berkomitmen untuk terus mengupayakan peningkatan daya saing bangsa melalui konten teknologi dan pembenahan sarana infrastruktur. Untuk itu, pemerintah akan terus mengundang
investor agar berperan serta dalam Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS/PPP) dan membangun sarana teknologi serta infrastruktur. “Iklim investasi di Indonesia saat ini sangat kondusif, nilai tukar rupiah sudah cukup stabil, dan didukung oleh mudahnya akses permodalan,” ujar Mendag. Selain itu, dalam kebijakan fiskal, pemerintah juga terus memberikan insentif guna merangsang para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Pemerintah telah memberikan insentif aktif dalam bentuk pajak
ditanggung pemerintah, `tax allowance` dan `tax holiday`. Dan terus menata usaha intensifikasi dan ekstensifikasi untuk menghasilkan edukasi baik. “Dengan kebijakan tersebut, diharapkan pemerintah dapat membenahi infrastruktur, termasuk jalan, pelabuhan laut, serta pelabuhan udara menjadi lebih kompetitif,. Dengan semakin
membaiknya infrastruktur, maka daya saing Indonesia nantinya dapat lebih baik lagi” ujar Mendag. Pernyataan Mendag juga dibenarkan Menko Perekonomian Hatta Rajasa. Menko Perekonomian mengatakan bahwa peringkat daya saing Indonesia pada tataran global dapat lebih ditingkatkan lagi apabila sarana dan prasarana infrastruktur dapat cepat dibenahi. “Peringkat 44 itu, sebetulnya masih bisa lebih baik lagi kalau memang infrastruktur kita cepat dibenahi dan dibutuhkan kerja keras,”
ujar Menko Perekonomian, Hatta Rajasa. Selain konsen pada pembenahan infrastruktur, pihak Kementerian Perdagangan RI pun terus mendorong produk dalam negeri agar bisa bersaing di pasar lokal maupun ekspor. “Kita akan memperluas pasar dan memperkuat perwakilan dagang di luar negeri dan meningkatkan pencitraan produk Indonesia di dalam maupun luar negeri. Misalnya mengiatkan program Aku Cinta Produk Indonesia (ACI),” papar Mendag Mari Elka Pangestu. Karena itu, Mendag berharap kalangan pelaku usaha agar memanfaatkan fasilitas yang ada dalam kerja sama perdagangan yang telah disepakati Indonesia dengan mitra dagang. Kini, daya saing Indonesia di tingkat global membaik, dan harus terus ditingkatkan. Kemendag akan terus melanjutkan reformasi kelembagaan, termasuk mempercepat pembangunan infrastruktur. Dengan demikian daya saing perekonomian Indonesia yang membaik, akan dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan rakyat secara keseluruhan,”ujar Mendag Mari Elka Pangestu.
Meningkatnya daya saing Indonesia di tataran dunia memang sangat membanggakan. Namun, penilaian positif daya saing Indonesia dari Forum Ekonomi Dunia (WEF) tersebut jangan sampai membuat pemerintah Indonesia menjadi lengah. Boleh jadi, peringkat daya saing Indonesia ditataran dunia saat ini lebih unggul dari sejumlah negara, seperti Portugal yang berada di peringkat 46, Italia peringkat 48, India (51), Afrika Selatan (54), Brazil (58), Turki (61), Rusia (63), Mexico (66), Mesir (81), Yunani (83), dan Argentina (87). Demikian pula di tingkat ASEAN, daya saing Indonesia lebih baik dibanding peringkat Vietnam (59), Filipina (85), dan Kamboja (109). Namun, jadi catatan penting bahwa peringkat daya saing Indonesia masih berada di bawah Singapura yang berada di peringkat 3, Malaysia peringkat 26, Brunei peringkat 28, dan Thailand di peringkat 38. “Kita tetap tidak boleh lengah meski daya saing kita meningkat. Kenaikan indeks daya saing ini hanyalah sebagai salah satu
parameter angka yang bisa berubah-ubah. Kita harus lebih giat lagi dan bekerja keras, agar hasilnya juga lebih baik lagi,” harap Mendag. Dengan peningkatan daya saing ini semestinya dijadikan tantangan bagi Bangsa Indonesia umumnya, dan bagi Kemendag khususnya, dalam melanjutkan reformasi birokrasi guna mendukung iklim investasi yang kondusif, menghilangkan faktor penyebab ekonomi biaya tinggi, dan mendorong investor menanamkan modalnya di dalam negeri.
“Kenaikan peringkat daya saing Indonesia tahun ini sesungguhnya merupakan sinyal positif bagi dunia usaha untuk menanamkan dan meningkatkan investasinya di dalam negeri. Investasi akan dipastikan berlabuh di negara-negara yang memiliki potensi keuntungan dan daya saing tinggi,” ujar Mendag. Dengan membaiknya peringkat daya saing Indonesia ini, tentu upaya untuk memenangkan persaingan dengan negara- negara tetangga dalam menarik penanaman modal asing (PMA) sekaligus mendorong penanaman modal dalam negeri (PMDN) menjadi lebih terbuka, meski tidak ringan. Namun, pemerintah harus tetap optimis, semoga Bangsa Indonesia memiliki daya saing yang lebih baik lagi di masa-masa mendatang.


SUMBER DATA ::
http://murtiningsih.blog.uns.ac.id/2009/10/07/teori-perdagangan-internasional/

http://www.bps.go.id/brs_file/exim-02nov09.pdf

http://ditjenpdn.depdag.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=55:daya-saing-meningkat-jangan-lengah-hadapi-pasar-global&Itemid=59
http://echaagunadarma.blogspot.com/2011/03/bab-10-kebijakan-perdagangan-luar.html

Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter (Perekonomian Indonesia Bab 9)

BAB 9 KEBIJAKAN FISKAL DAN MONETER
A. Arti Definisi / Pengertian Kebijakan Moneter (Monetary Policy)
Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policu)
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)

Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)

Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)

Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
4. Himbauan Moral (Moral Persuasion)

Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.

B. Arti Definisi / Pengertian Kebijakan Fiskal (Fiscal Policy)
Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.
Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
Kebijakan Anggaran / Politik Anggaran :
1. Anggaran Defisit (Defisit Budget) / Kebijakan Fiskal Ekspansif
Anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Umumnya sangat baik digunakan jika keaadaan ekonomi sedang resesif.
2. Anggaran Surplus (Surplus Budget) / Kebijakan Fiskal Kontraktif
Anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.
3. Anggaran Berimbang (Balanced Budget)
Anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Tujuan politik anggaran berimbang yakni terjadinya kepastian anggaran serta meningkatkan disiplin.

Peran pemerintah secara umum
Dalam menjalankan roda ekonomi, suatu Negara akan sangat tergantung pada sistem apa yang akan mereka anut,karena hal ini sangat mempengaruhi peran yang akan dijalankan oleh Negara tersebut.Selain itu ideology juga menjadi faktor penentu dalam sistem perekonomian disuatu Negara.Hal ini pula yang menjadi pembeda dalam kegiatan perekonomian yang akan terlihat jelas pada setiap kebijakan atau keputusan-keputusan dalam proses pengelolaan ekonomi suatu Negara.
Hal ini pula yang semangkin menjelaskan peran pemerintah/ Negara dalam hal pemerataan distribusi pendapatan dan sebagai pengaawas (hisbah),yang tujuannya untuk mengawasi kinerja sistem pasar agar terwujud mekanisme pasar bebas.
Dalam hal pemecahan permasalahan perekonomian ,berdasarkan fakta hakikat permasalahan ekonomi tergantung pada bagaimana distribusi harta dan jasa yanga ada dalam masyarakat tersebut, titik berat pemecahan permasalahan ekonomi yakni bagaimana menciptakan suatu mekanisme distribusi ekonomi yang adil.

Menurut pemikiran Monzer Khaff peran Negara dalam menjalankan sistem perekonomian harus berdasarkan hal-hal sebagai berikut:
1. Memajukan sector swasta dengan tetap memperhatikan kepentingan umum
2. Sumber daya alam dikelola secara barsama, dimana pengelola menyewa lahan kepada
umum
3. Kebijakan investasi secara langsung
4. Proyek yang dikerjakan oleh individu, tetap dapat dinikmati oleh orang banyak

Peran Pemerintah Daerah
Menurut Lincolin Arsyad bahwa ada 4 peran pemerintah (Daerah) dalam pembangunan ekonomi Indonesia :
1. Entreprenuer
Adalah merupakan tanggung jawab untuk menjalankan suatu usaha bisnis didaerahnya dalam hal ini pemerintah daerah bisa mengembangkan suatu usaha sendiri dengan membentuk BUMN atau bermitra dengan dunia usaha swasta. Namun kegiatan usahanya tetap dalam pengendalian pemerintah daerah.
Pemerintah daerah harus mampu mengelola aset-aset pemerintah daerah dengan baik dan ekonomis, sehingga mampu memberikan keuntungan bagi pemerintah daerah.

2. Koordinator
Pemerintah daerah sebagai koordinator dalam pembangunan ekonomi didaerahnya yaitu melalui penetapan kebijakan atau mengusulkan strategi-strategi pembangunan yang komprehensip bagi kemajuan daerahnya.
Pemerintah daerah juga dapat melibatkan lembaga-lembaga pemerintah lainnya, dunia usaha dan masyarakat dalam menyusun sasaran-sasaran ekonomi, rencana-rencana dan srategi-strategi pelaksanaannya.

3. Fasilitator
Pemerintah daerah dapat berperan sebagai fasilitator dengan cara mempercepat pembangunan melalui perbaikan lingkungan Attitudinal (prilaku atau budaya masyarakat) didaerahnya.
Hal ini perlu dilakukan untuk mempercepat proses pembangunan dan prosedur perencanaan, serta pengaturan penetapan tata ruang daerah (zoning) yang lebih baik.

4. Stimulator
Pemerintah daerah dapat berperan sebagai stimulator dalam penciptaan dan pengembangan usaha melalui tindakan-tindakn khusus yang dapat mempengaruhidunia usaha untuk masuk kedaerah tersebut dan menjaga agar perusahaan-perusahaan yang telah ada tetap eksis berada didaerah tersebut.
Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan pembuatan brosur-brosur pembangunan kawasan industry, pembuatan outlets untuk produk-produk UMKM dan koperasi, membantu UMKM dan koperasi untuk melakukan pameran dan sebagainya.

SUMBER DATA ::
http://organisasi.org/definisi-pengertian-kebijakan-moneter-dan-kebijakan-fiskal-instrumen-serta-penjelasannya

http://riza-patrick.blogspot.com/2010/12/peran-negara-swasta-koperasi-dalam.htm
http://echaagunadarma.blogspot.com/2011/03/bab-9-kebijakan-fiskal-dan-moneter.html

Pelaku-pelaku Ekonomi (Perekonomian Indonesia Bab 8)

BAB 8 PELAKU-PELAKU EKONOMI
Sistem ekonomi kerakyatan sendi utamanya adalah UUD 1945 pasal 33 ayat (1), (2), dan (3). Bentuk usaha yang sesuai dengan ayat (1) adalah koperasi, dan bentuk usaha yang sesuai dengan ayat (2) dan (3) adalah perusahaan negara. Adapun dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi “hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh di tangan seorang”. Hal itu berarti perusahaan swasta juga mempunyai andil di dalam sistem perekonomian Indonesia. Dengan demikian terdapat tiga pelaku utama yang menjadi kekuatan sistem perekonomian di Indonesia, yaitu perusahaan negara (pemerintah), perusahaan swasta, dan koperasi.
Ketiga pelaku ekonomi tersebut akan menjalankan kegiatan-kegiatan ekonomi dalam sistem ekonomi kerakyatan. Sebuah sistem ekonomi akan berjalan dengan baik jika pelaku-pelakunya dapat saling bekerja sama dengan baik pula dalam mencapai tujuannya. Dengan demikian sikap saling mendukung di antara pelaku ekonomi sangat dibutuhkan dalam rangka mewujudkan ekonomi kerakyatan.

8.1 Pemerintah (BUMN)
Pada semester 1 kalian telah mempelajari mengenai pelaku-pelaku ekonomi, di mana negara atau pemerintah termasuk dalam pelaku ekonomi. Selain sebagai pelaku ekonomi negara juga berperan sebagai pengatur kegiatan ekonomi.
a. Pemerintah sebagai Pelaku Kegiatan Ekonomi
Peran pemerintah sebagai pelaku kegiatan ekonomi berarti pemerintah melakukan kegiatan konsumsi, produksi, dan distribusi.

1 ) Kegiatan produksi

Pemerintah dalam menjalankan perannya sebagai pelaku ekonomi, mendirikan perusahaan negara atau sering dikenal dengan sebutan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sesuai dengan UU No. 19 Tahun 2003, BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. BUMN dapat berbentuk Perjan (Perusahaan Jawatan), Perum (Perusahaan Umum), dan Persero (Perusahaan Perseroan). Mengenai ciri-ciri dari ketiga bentuk perusahaan negara di atas telah kalian pelajari di kelas VII semester 2. BUMN memberikan kontribusi yang positif untuk perekonomian Indonesia. Pada sistem ekonomi kerakyatan, BUMN ikut berperan dalam menghasilkan barang atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pelaksanaan peran BUMN tersebut diwujudkan dalam kegiatan usaha hampir di seluruh sektor perekonomian, seperti sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, manufaktur, pertambangan, keuangan, pos dan telekomunikasi, transportasi, listrik, industri, dan perdagangan serta konstruksi. BUMN didirikan pemerintah untuk mengelola cabang-cabang produksi dan sumber kekayaan alam yang strategis dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Misalnya PT Dirgantara Indonesia, PT Perusahaan Listrik Negara, PT Kereta Api Indonesia (PT KAI), PT Pos Indonesia, dan lain sebagainya. Perusahaan-perusahaan tersebut didirikan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, serta untuk mengendalikan sektor-sektor yang strategis dan yang kurang menguntungkan.
Secara umum, peran BUMN dapat dilihat pada hal-hal berikut ini.
a) Mengelola cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak.
b) Sebagai pengelola bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya secara efektif dan efisien.
c) Sebagai alat bagi pemerintah untuk menunjang kebijaksanaan di bidang ekonomi.
d) Menyediakan lapangan kerja bagi masyarakat sehingga dapat menyerap tenaga kerja.
2 ) Kegiatan konsumsi
Seperti halnya yang telah kalian pelajari pada bab 8 mengenai pelaku-pelaku ekonomi, pemerintah juga berperan sebagai pelaku konsumsi. Pemerintah juga membutuhkan barang dan jasa untuk menjalankan tugasnya. Seperti halnya ketika menjalankan tugasnya dalam rangka melayani masyarakat, yaitu mengadakan pembangunan gedung-gedung sekolah, rumah sakit, atau jalan raya. Tentunya pemerintah akan membutuhkan bahan-bahan bangunan seperti semen, pasir, aspal, dan sebagainya. Semua barang-barang tersebut harus dikonsumsi pemerintah untuk menjalankan tugasnya. Contoh-contoh mengenai kegiatan konsumsi yang dilakukan pemerintah masih banyak, seperti membeli barang-barang untuk administrasi pemerintahan, menggaji pegawai-pegawai pemerintah, dan sebagainya.
3 ) Kegiatan distribusi

Selain kegiatan konsumsi dan produksi, pemerintah juga melakukan kegiatan distribusi. Kegiatan distribusi yang dilakukan pemerintah dalam rangka menyalurkan barang-barang yang telah diproduksi oleh perusahaanperusahaan negara kepada masyarakat. Misalnya pemerintah menyalurkan sembilan bahan pokok kepada masyarakat-masyarakat miskin melalui BULOG. Penyaluran sembako kepada masyarakat dimaksudkan untuk membantu masyarakat miskin memenuhi kebutuhan hidupnya. Kegiatan distribusi yang dilakukan oleh pemerintah harus lancar. Apabila kegiatan distribusi tidak lancar akan memengaruhi banyak faktor seperti terjadinya kelangkaan barang, harga barang-barang tinggi, dan pemerataan pembangunan kurang berhasil. Oleh karena itu, peran kegiatan distribusi sangat penting.
b . Pemerintah sebagai Pengatur Kegiatan Ekonomi
Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan di bidang ekonomi tidak hanya berperan sebagai salah satu pelaku ekonomi, akan tetapi pemerintah juga berperan dalam merencanakan, membimbing, dan mengarahkan terhadap jalannya roda perekonomian demi tercapainya tujuan pembangunan nasional. Dalam rangka melaksanakan peranannya tersebut pemerintah menempuh kebijaksanaan-kebijaksanaan berikut ini.

1 ) Kebijaksanaan dalam dunia usaha Usaha untuk mendorong dan memajukan dunia usaha, pemerintah melakukan kebijaksanaan-kebijaksanaan berikut ini.
a) Pemerintah mengeluarkan UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
b) Pemerintah mengeluarkan UU No. 7 Tahun 1992 mengatur tentang Usaha Perbankan.
c) Pemerintah mengubah beberapa bentuk perusahaan negara agar tidak menderita kerugian, seperti Perum Pos dan Giro diubah menjadi PT Pos Indonesia, Perjan Pegadaian diubah menjadi Perum Pegadaian.

2 ) Kebijaksanaan di bidang perdagangan
Di bidang perdagangan, pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan berupa kebijaksanaan ekspor dan kebijaksanaan impor. Pemerintah menetapkan kebijakan ekspor dengan tujuan untuk memperluas pasar di luar negeri dan meningkatkan daya saing terhadap barang-barang luar negeri. Adapun kebijakan impor dimaksudkan untuk menyediakan barang-barang yang tidak bisa diproduksi dalam negeri, pengendalian impor, dan meningkatkan daya saing.
3 ) Kebijaksanaan dalam mendorong kegiatan masyarakat Kebijaksanaan pemerintah dalam mendorong kegiatan masyarakat mencakup hal-hal berikut ini.
a) Meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana umum.
b) Kebijaksanaan menyalurkan kredit kepada pengusaha kecil dan petani.
c) Kebijaksanaan untuk memperlancar distribusi hasil produksi.

8.2 Swasta (BUMS)

BUMS adalah salah satu kekuatan ekonomi di Indonesia. BUMS merupakan badan usaha yang didirikan dan dimiliki oleh pihak swasta. Tujuan BUMS adalah untuk memperoleh laba sebesar-besarnya. BUMS didirikan dalam rangka ikut mengelola sumber daya alam Indonesia, namun dalam pelaksanaannya tidak boleh bertentangan dengan peraturan pemerintah dan UUD 1945. BUMS dalam melakukan perannya mengandalkan kekuatan pemilikan modal. Perkembangan usaha BUMS terus didorong pemerintah dengan berbagai kebijaksanaan.

Kebijaksanaan pemerintah ditempuh dengan beberapa pertimbangan berikut ini.
a. Menumbuhkan daya kreasi dan partisipasi masyarakat dalam usaha mencapai kemakmuran sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia.
b. Terbatasnya modal yang dimiliki pemerintah untuk menggali dan mengolah sumber daya alam Indonesia sehingga memerlukan kegairahan usaha swasta.
c. Memberi kesempatan agar perusahaan-perusahaan swasta dapat memperluas kesempatan kerja.
d. Mencukupi kebutuhan akan tenaga ahli dalam menggali dan mengolah sumber daya alam.
Perusahaan-perusahaan swasta sekarang ini telah memasuki berbagai sektor kehidupan antara lain di bidang perkebunan, pertambangan, industri, tekstil, perakitan kendaraan, dan lain-lain. Perusahaan swasta terdiri atas dua bentuk yaitu perusahaan swasta nasional dan perusahaan asing. Contoh perusahaan swasta nasional antara lain PT Astra Internasional (mengelola industri mobil dan motor), PT Ghobel Dharma Nusantara (mengelola industri alat-alat elektronika), PT Indomobil (mengelola industri mobil), dan sebagainya. Adapun contoh perusahaan asing antara lain PT Freeport Indonesia Company (perusahaan Amerika Serikat yang mengelola pertambangan tembaga di Papua, Irian Jaya), PT Exxon Company (perusahaan Amerika Serikat yang mengelola pengeboran minyak bumi), PT Caltex Indonesia (perusahaan Belanda yang mengelola pertambangan minyak bumi di beberapa tempat di Indonesia), dan sebagainya.
Perusahaan-perusahaan swasta tersebut sangat memberikan peran penting bagi perekonomian di Indonesia. Peran yang diberikan BUMS dalam perekonomian Indonesia seperti berikut ini.
a. Membantu meningkatkan produksi nasional.
b. Menciptakan kesempatan dan lapangan kerja baru.
c. Membantu pemerintah dalam usaha pemerataan pendapatan.
d. Membantu pemerintah mengurangi pengangguran.
e. Menambah sumber devisa bagi pemerintah.
f. Meningkatkan sumber pendapatan negara melalui pajak.
g. Membantu pemerintah memakmurkan bangsa.

8.3 KOPERASI
a. Sejarah Koperasi
Koperasi pertama di Indonesia dimulai pada penghujung abad ke-19, tepatnya tahun 1895. Pelopor koperasi pertama di Indonesia adalah R. Aria Wiriaatmaja, yaitu seorang patih di Purwokerto. Ia mendirikan sebuah bank yang bertujuan menolong para pegawai agar tidak terjerat oleh lintah darat. Usaha yang didirikannya diberi nama Bank Penolong dan Tabungan (Hulp en Spaarbank). Perkembangan koperasi yang didirikan oleh R. Aria Wiriaatmaja semakin baik. Akibatnya setiap gerak-gerik koperasi tersebut diawasi dan mendapat banyak rintangan dari Belanda. Upaya yang ditempuh pemerintah kolonial Belanda yaitu dengan mendirikan Algemene Volkscrediet Bank, rumah gadai, bank desa, serta lumbung desa.
Pada tahun 1908 melalui Budi Utomo, Raden Sutomo berusaha mengembangkan koperasi rumah tangga. Akan tetapi koperasi yang didirikan mengalami kegagalan. Hal itu dikarenakan kurangnya kesadaran masyarakat akan manfaat koperasi. Pada sekitar tahun 1913, Serikat Dagang Islam yang kemudian berubah menjadi Serikat Islam, mempelopori pula pendirian koperasi industri kecil dan kerajinan. Koperasi ini juga tidak berhasil, karena rendahnya tingkat pendidikan, kurangnya penyuluhan kepada masyarakat, dan miskinnya pemimpin koperasi pada waktu itu. Setelah dibentuknya panitia koperasi yang diketuai oleh Dr. DJ. DH. Boeke pada tahun 1920, menyusun peraturan koperasi No. 91 Tahun 1927. Peraturan tersebut berisi persyaratan untuk mendirikan koperasi, yang lebih longgar dibandingkan peraturan sebelumnya, sehingga dapat mendorong masyarakat untuk mendirikan koperasi. Setelah diberlakukannya peraturan tersebut, perkembangan koperasi di Indonesia mulai menunjukkan tanda-tanda yang menggembirakan.
Selama masa pendudukan Jepang yaitu pada tahun 1942 – 1945, usaha-usaha koperasi dipengaruhi oleh asas-asas kemiliteran. Koperasi yang terkenal pada waktu itu bernama Kumiai. Tujuan Kumiai didirikan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun pada kenyataannya Kumiai hanyalah tempat untuk mengumpulkan bahan-bahan kebutuhan pokok guna kepentingan Jepang melawan Sekutu. Oleh karena itulah, menyebabkan semangat koperasi yang ada di masyarakat menjadi lemah. Setelah kemerdekaan, bangsa Indonesia memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan kebijakan ekonominya. Para pemimpin bangsa Indonesia mengubah tatanan perekonomian yang liberalkapitalis menjadi tatanan perekonomian yang sesuai dengan semangat pasal 33 UUD 1945. Sebagaimana diketahui, dalam pasal 33 UUD 1945, semangat koperasi ditempatkan sebagai semangat dasar perekonomian bangsa Indonesia. Berdasarkan pasal itu, bangsa Indonesia bermaksud untuk menyusun suatu sistem perekonomian usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Oleh karena itulah, Muhammad Hatta kemudian merintis pembangunan koperasi. Perkembangan koperasi pada saat itu cukup pesat, sehingga beliau dianugerahi gelar bapak koperasi Indonesia. Untuk memantapkan kedudukan koperasi disusunlah UU No. 25 Tahun 1992.
b . Pengertian Koperasi

Keberadaan koperasi di Indonesia berlandaskan pada pasal 33 UUD 1945 dan UU No. 25 Tahun 1992. Pada penjelasan UUD 1945 pasal 33 ayat (1), koperasi berkedudukan sebagai “soko guru perekonomian nasional” dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem perekonomian nasional. Adapun penjelasan dalam UU No. 25 Tahun 1992, menyebutkan bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Berdasarkan pada pengertian koperasi di atas, menunjukkan bahwa koperasi di Indonesia tidak semata-mata dipandang sebagai bentuk perusahaan yang mempunyai asas dan prinsip yang khas, namun koperasi juga dipandang sebagai alat untuk membangun sistem perekonomian Indonesia. Koperasi diharapkan dapat mengembangkan potensi ekonomi rakyat dan mewujudkan demokrasi ekonomi yang sesuai dengan yang diamanatkan dalam UUD 1945.
c . Landasan, Asas, dan Tujuan Koperasi

Landasan koperasi Indonesia adalah pedoman dalam menentukan arah, tujuan, peran, serta kedudukan koperasi terhadap pelaku-pelaku ekonomi lainnya.

Koperasi Indonesia mempunyai beberapa landasan berikut ini.
1) Landasan idiil: Pancasila.
2) Landasan struktural: UUD 1945.
3) Landasan operasional: UU No. 25 Tahun 1992 dan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).
4) Landasan mental: kesadaran pribadi dan kesetiakawanan. UU No. 25 Tahun 1992 pasal 2 menetapkan bahwa kekeluargaan sebagai asas koperasi. Semangat kekeluargaan inilah yang menjadi pembeda utama antara koperasi dengan bentuk-bentuk perusahaan lainnya.
Koperasi didirikan dengan tujuan untuk memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
d . Fungsi dan Peran Koperasi

Sesuai dengan UU No. 25 Tahun 1992 pasal 4 menyatakan bahwa fungsi dan peran koperasi seperti berikut ini.
1) Membangun dan mengembangkan potensi serta kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial mereka.
2) Turut serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.
3) Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko gurunya.
4) Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.


SUMBER DATA ::

http://www.crayonpedia.org/mw/BSE:Pelaku-Pelaku_Ekonhttp://echaagunadarma.blogspot.com/2011/03/bab-8-pelaku-pelaku-ekonomi.htmlomi_Dalam_Sistem_Perekonomian_Indonesia_8.2_%28BAB_15%29

Senin, 21 Maret 2011

pekonomian indonesia bab 7 indtrialisasi

BAB 7 INDUSTRIALISASI
7.1 Konsep dan Tujuan Industrialisasi

Awal konsep industrialisasi  Revolusi industri abad 18 di Inggris  Penemuan metode baru dlm pemintalan dan penemuan kapas yg menciptakan spesialisasi produksi dan peningkatan produktivitas factor produksi.

Selanjutnya penemuan baru pengolahan besi & mesin uap shg mendorong inovasi  Baja, kereta dan kappa tenaga uap.

Setelah PD II muncul teknolgi baru  Asembly line, listrik, motor, barang sintetis, telekomunikasi, elektronik, bio, computer & robot
Perubahan Pola dan Volume Perdagangan Dunia dan Proses Industrialisasi di dunia

Industrialisasi :: suatu proses interkasi antara perkembangan teknologi, inovasi, spesialisasi dan perdagangan dunia untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mendorong perubahan struktur ekonomi.

Industrialisasi merupakan salah satu strategi jangka panjang untuk menjamin pertumbuhan ekonomi. Hanya beberapa Negara dengan penduduk sedikit & kekayaan alam meilmpah seperti Kuwait & libya ingin mencapai pendapatan yang tinggi tanpa industrialisasi.


7.2 Faktor-faktor Pendorong Industrialisasi

a) Kemampuan teknologi dan inovasi
b) Laju pertumbuhan pendapatan nasional per kapita
c) Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri. Negara yang awalnya memiliki industri dasar/primer/hulu seperti baja, semen, kimia, dan industri tengah seperti mesin alat produksi akan mengalami proses industrialisasi lebih cepat
d) Besar pangsa pasar DN yang ditentukan oleh tingkat pendapatan dan jumlah penduduk. Indonesia dengan 200 juta orang menyebabkan pertumbuhan kegiatan ekonomi
e) Ciri industrialisasi yaitu cara pelaksanaan industrialisasi seperti tahap implementasi, jenis industri unggulan dan insentif yang diberikan.
f) Keberadaan SDA. Negara dengan SDA yang besar cenderung lebih lambat dalam industrialisasi
g) Kebijakan/strategi pemerintah seperti tax holiday dan bebas bea masuk bagi industri orientasi ekspor.


7.3 Perkembangan Sektor Industri Manufaktur Nasional

Industri diklasifikasikan:
a) Industri primer/hulu yaitu mengolah output dari sektor pertambangan (bahan mentah) menjadi bahan baku siap pakai untuk kebutuhan proses produksi pada tahap selanjutnya
b) Industri sekunder/manufaktur yang mencakup: industri pembuat modal (mesin), barang setengah jadi dan alat produksi, dan industri hilir yang memproduksi produk konsumsi

A. Pertumbuhan output.
Pertumbuhan output yang tinggi disebabkan oleh permintaan eksternal yang tinggi. Pertumbuhan PDB 3 sektor penting di LDCs : Sumber Utama Pertumbuhan PDB menurut Tiga Sektor di Negara Berkembang 1970 -1995 (%)
 Laju pertumbuhan output rata rata pertahun untuk sektor manufaktur (22,9 %) lebih tinggi dari pertanian (13,9%) periode 1970 – 1995.
 Kontribusi thd pertumbuhan PDB 1970 – 1980 (21,3 %) & 1990 – 1995 (32,1%)
 Pertmbuhan output sektor manufaktur karena permintaan eksternal ekspor tinggi

Sumber Utama Pertumbuhan PDB menurut Tiga Sektor di Negara Asia Timur & Tenggara 1970 -1995 (%)
 Laju pertumbuhan PDB wilayah ini rata rata pertahun 7,4% periode 1970 – 1995 lebih tinggi dari pertumbuhan PDB dunia 2,9 % dan laju pertumbuhan PDB negara berkembang 4,6 %

Tingkat perkembangan industri manufaktur dapat dilihat dari pendalaman struktur industri itu sendiri. Struktur industri:
1. Ragam produk  barang konsumsi, sederhana, barang konsumsi dg kandungan
teknologi yanglebih canggih, barang modal,
2. Intensitas pemakain faktor produksi barang dengan padat karya dan barang
dengan padat modal
3. Orinetasi pasar  barang domestik & barang ekspor


B. Pendalaman Struktur Industri.
Pembangunan ekonomi jangka panjang dapat merubah pusat kekuatan ekonomi dari pertanian menuju industri dan menggeser struktur industri yang memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif.

Perubahan struktur industri disebabkan oleh

a) Penawaran aggregat perkembangan teknolgi, kualitas SDM, inovasi material baru untuk produksi
b) Permintaan aggregat peningkatan pendapatan perkapita yang mengubah volume & pola konsumsi

Distribusi PDB Per Sektor pada Harga Konstan 1983 -1998
 Sejak th 1983 -1990 Sektor primer turun, sedangkan sector sekunder & tersier
meningkat
 Dekade 1980, Pangsa PDB sector primer lebih tinggi dari industri manufaktur
 1990 Pangsa PDB sector manufakturlebih tinggi dari sektor premier
 Lju pertumbuhan sektor primer lebih lambat dari sektor sekunder dan tersier

Pertumbuhan PDB pada Harga Konstan 1995 -1998
 Tahun 1995 Pertumbuhan PDB 4,38 % dan th 1998 menurun sampai menjadi 0,22% sebagai akibat krisis
 Listrik Gas & Air mampu bertahan thd krisis
 Pertanian tetap tumbuh karena ekspor mengalami pertumbuhan positif sebagai
akibat dari kurs rupah yang jatuh, shg harga produk murah

Berdasarkan analisis tingkat pendalaman struktur industri:

 Orientasi perkembangan industri manuafktur di Indonesia masih pada barang
konsumsi sederhana seperti makanan, minuman pakaian jadi sampail bambu,
rotan & kayu
 Sisi permintaan aggergat, pasar domestik barang konsumsi berkembang pesat
seiring laju penduduk & peningkatan pendapatan masyarakat per kapita
 Sisi penawaran aggregat, Sarana dan prasarana menunjang untuk produksi
barang konsumsi tersebut dibandingkan barang modal
 Aspek teknolgi, kandungan teknologi barang konsumsi lebih rendah


C. Tingkat Teknologi produk manufaktur.
Teknologi yang digunakan dalam industri manufaktur mencakup:
a) Tekonolgi tinggi mencakup: komputer, obat-obatan, produk elektronik, alat komunikasi dan sebagainya
b) Teknologi sedang mencakup: plastik, karet, produk logam sederhana, penyulingan minyak, produk mineral bukan logam
c) Teknolgi rendah mencakup: kertas, percetakan, tekstil, pakaian jadi, minuman, rokok, dan mebel


D. Ekspor
Kinerja ekspor dapat digunakan untuk mengukur hasil pembangunan industry manufaktur.


E. Ketergantungan Impor
Ketergantungan terhadap impor juga merupakan indicator keberhasilan pembangunan sector industry.


7.4 Permasalahan Industrialisasi

Industri manufaktur di LDCs lebih terbelakang dibandingkan di DCs, hal ini karena :

1. Keterbatasan teknologi
2. Kualitas Sumber daya Manusia
3. Keterbatasan dana pemerintah (selalu difisit) dan sektor swasta
4. Kerja sama antara pemerintah, industri dan lembaga pendidikan & penelitian
masih rendah

Masalah dalam industri manufaktur nasional:
1. Kelemahan struktural

 Basis ekspor & pasar masih sempit walaupun Indonesia mempunyai banyak sumber daya alam & TK, tapi produk & pasarnya masih terkonsentrasi:
a. terbatas pada empat produk (kayu lapis, pakaian jadi, tekstil & alas kaki)
b. Pasar tekstil & pakaian jadi terbatas pada beberapa negara: USA, Kanada,
Turki & Norwegia
c. USA, Jepang & Singapura mengimpor 50% dari total ekspor tekstil &
pakaian jadi dari Indonesia
d. Produk penyumbang 80% dari ekspor manufaktur indonesia masih mudah
terpengaruh oleh perubahan permintaan produk di pasar terbatas
e. Banyak produk manufaktur terpilih padat karya mengalami penurunan
harga muncul pesaing baru seperti cina & vietman
f. Produk manufaktur tradisional menurun daya saingnya sbg akibat factor
internal seperti tuntutan kenaikan upah

 Ketergantungan impor sangat tinggi
1990, Indonesia menarik banyak PMA untuk industri berteknologi tinggi seperti kimia, elektronik, otomotif, dsb, tapi masih proses penggabungan, pengepakan dan assembling dengan hasil:

a. Nilai impor bahan baku, komponen & input perantara masih tinggi diatas
45%
b. Industri padat karya seperti tekstil, pakaian jadi & kulit bergantung kepada
impor bahan baku, komponen & input perantara masih tinggi.
c. PMA sector manufaktur masih bergantung kepada suplai bahan baku &
komponen dari LN
d. Peralihan teknologi (teknikal, manajemen, pemasaran, pengembangan
organisasi dan keterkaitan eksternal) dari PMA masih terbatas
e. Pengembangan produk dengan merek sendiri dan pembangunan jaringan
pemasaran masih terbatas

 Tidak ada industri berteknologi menengah
a. Kontribusi industri berteknologi menengah (logam, karet, plastik, semen)
thd pembangunan sektor industri manufaktur menurun tahun 1985 -1997.
b. Kontribusi produk padat modal (material dari plastik, karet, pupuk, kertas,
besi & baja) thd ekspor menurun 1985 – 997
c. Produksi produk dg teknologi rendah berkembang pesat.

 Konsentrasi regional
Ndustri mnengah & besar terkonsentrasi di Jawa.

2. Kelemahan organisasi

 Industri kecil & menengah masih terbelakangproduktivtas rendah Jumlah Tk masih banyak (padat Karya)
 Konsentrasi Pasar
 Kapasitas menyerap & mengembangkan teknologi masih lemah
 SDm yang lemah






7.5 Strategi Pembangunan Sektor Industri

Startegi pelaksanaan industrialisasi:

1. Strategi substitusi impor (Inward Looking).
Bertujuan mengembangkan industri berorientasi domestic yang dapat
menggantikan produk impor. Negara yang menggunakan strategi ini adalah Korea
& Taiwan

Pertimbangan menggunakan strategi ini:
 Sumber daya alam & Faktor produksi cukuo tersedia
 Potensi permintaan dalam negeri memadai
 Sebagai pendorong perkembangan industri manufaktur dalam negeri
 Kesempatan kerja menjadi luas
 Pengurangan ketergantungan impor, shg defisit berkurang

2. Strategi promosi ekspor (outward Looking)
Beorientasi ke pasar internasional dalam usaha pengembangan industri
dalam negeri yang memiliki keunggulan bersaing.

Rekomendasi agar strategi ini dapat berhasil :

 Pasar harus menciptakan sinyal harga yang benar yang merefleksikan kelangkaan barang ybs baik pasar input maupun output
 Tingkat proteksi impor harus rendah
 Nilai tukar harus realistis
 Ada insentif untuk peningkatan ekspor



SUMBER DATA ::

kuswanto.staff.gunadarma .ac.id/.../7-INDUSTRIALISASI+DAN+P ERKEMBA NGAN.doc
http://echaagunadarma.blogspot.com/2011/03/bab-7-industrialisasi.html

perekonomian sektor pertanian bab 6 perekonomian indonesia

PERKEMBANGAN SEKTOR PERTANIAN


1. Peranan Sektor Pertanian
Menurut Kuznets, Sektor pertanian di LDC’s mengkontribusikan thd pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional dalam 4 bentuk:
a. Kontribusi Produk Penyediaan makanan utk pddk, penyediaan BB untuk industri manufaktur . seperti industri: tekstil, barang dari kulit, makanan & minuman.
b. Kontribusi Pasar Pembentukan pasar domestik utk barang industri & konsumsi.
c. Kontribusi Faktor ProduksiPenurunan peranan pertanian di pembangunan ekonomi, maka terjadi transfer surplus modal & TK dari sector pertanian ke Sektor lain.
d. Kontribusi Devisa Pertanian sbg sumber penting bagi surplus neraca perdagangan (NPI) melalui ekpspor produk pertanian dan produk pertanian yang menggantikan produk impor.
Kontribusi Produk.
Dalam system ekonomi terbuka, besar kontribusi produk sector pertanian bisa lewat pasar dan lewat produksi dg sector non pertanian.
· Dari sisi pasar, Indonesia menunjukkan pasar domestic didominasi oleh produk pertanian dari LN seperti buah, beras & sayuran hingga daging.
· Dari sisi keterkaitan produksi, Industri kelapa sawit & rotan mengalami kesulitan bahan baku di dalam negeri, karena BB dijual ke LN dengan harga yg lebih mahal.
Kontribusi Pasar.
Negara agraris merup sumber bagi pertumbuhan pasar domestic untuk produk non pertanian spt pengeluaran petani untuk produk industri (pupuk, pestisida, dll) & produk konsumsi (pakaian,mebel, dll).
Keberhasilan kontribusi pasar dari sector pertanian ke sector non pertanian tergantung:
· Pengaruh keterbukaan ekonomi Membuat pasar sector non pertanian tidak hanya disi dengan produk domestic, tapi juga impor sbg pesaing, shg konsumsi yg tinggi dari petani tdk menjamin pertumbuhan yg tinggi sector non pertanian.
· Jenis teknologi sector pertanian Semakin moderen, maka semakin tinggi demand produk industri non pertanian
Kontribusi Faktor Produksi.
F.P yang dapat dialihkan dari sector pertanian ke sektor lain tanpa mengurangi volume produksi pertanian Tenaga kerja dan Modal . Di Indonesia hubungan investasi pertanian & non pertanian harus ditingkatkan agar ketergantungan Indonesia pada pinjaman LN menurun. Kondisi yang harus dipenuhi untuk merealisasi hal tsb:
· Harus ada surplus produk pertanian agar dapat dijual ke luar sectornya. Market surplus ini harus tetap dijaga & hal ini juga tergantung kepada factor penawaran
· Teknologi, infrastruktur & SDM dan factor permintaan
· nilai tukar produk pertanian & non pertanian baik di pasar domestic & LN
· Petani harus net savers Pengeluaran konsumsi oleh petani < produksi · Tabungan petani > investasi sektor pertanian
Kontribusi Devisa
Kontribusinya melalui :
· Secara langsung : ekspor produk pertanian & mengurangi impor.
· Secara tidak langsung : peningkatan ekspor & pengurangan impor produk berbasis pertanian spt tekstil, makanan & minuman, dll
Kontradiksi kontribusi produk & kontribusi devisa peningkatan ekspor produk pertanian menyebabkan suplai dalam negari kurang dan disuplai dari produk impor. Peningkatan ekspor produk pertanian berakibat negative thd pasokan pasar dalam negeri.


Untuk menghindari trade off ini 2 hal yg harus dilakukan:
· Peningkatan kapasitas produksi.
· Peningkatan daya saing produk produk pertanian
2. Sektor Pertanian di Indonesia
Ø Selama periode 1995-1997 PDB sektor pertanian (peternakan, kehutanan & perikanan) menurun & sektor lain spt menufaktur meningkat.
Ø Sebelum krisis moneter, laju pertumbuhan output sektor pertanian < ouput sektor non pertanian Ø 1999 semua sektor turun kecuali listrik, air dan gas. Rendahnya pertumbuhan output pertanian disebabkan: Ø Iklim kemarau jangka panjang berakibat volume dan daya saing turun Ø Lahan lahan garapan petani semakin kecil Ø Kualitas SDM rendah Ø Penggunaan Teknologirendah Sistem perdagangan dunia pasca putaran Uruguay (WTO/GATT) ditandatangani oleh 125 negara anggota GATT telah menimbulkan sikap optimisme & pesimisme Negara LDC’s: Ø Optimis Persetujuan perdagangan multilateral WTO menjanjikan berlangsungnya perdagangan bebas didunia terbebas dari hambatan tariff & non tarif. Ø Pesimis Semua negara mempunyai kekuatan ekonomi yg berbeda. DC’s mempunyai kekuatan > LDC’s
Perjanjain tsb merugikan bagi LDC’s, karena produksi dan perdagangan komoditi pertanian, industri & jasa di LDC’s masih menjadi masalah besar & belum efisien sbg akibat dari rendahnya teknologi & SDM, shg produk dri DC’s akan membanjiri LDC’s.
Butir penting dalam perjanjian untuk pertanian:
1. Negara dg pasar pertanian tertutup harus mengimpor minimal 3 % dari kebutuhan konsumsi domestik dan naik secara bertahap menjadi 5% dlm jk waktu 6 tahun berikutnya
2. Trade Distorting Support untuk petani harus dikurangi sebanyak 20% untuk DC’s dan 13,3 % untuk LDC’s selama 6 tahun
3. Nilai subsidi ekspor langsung produk pertanian harus diturunkan sebesar 36% selama 6 tahun & volumenya dikurangi 12%.
4. Reformasi bidang pertanian dlm perjanjian ini tdk berlaku utk negara miskin
Temuan hasil studi dampak perjanjian GATT:
a. Sekertariat GATT (Sazanami, 1995) Perjanjian tsb berdampak + yakni peningkatan pendapatan per tahun  Eropa Barat US $ 164 Milyar, USA US$ 122 Milyar, LDC’s & Eropa Timur US $ 116 Milyar. Pengurangan subsidi ekspor sebesar 36 % dan penurunan subsidi sector pertanian akan meningkatkan pendapatan sector pertanian Negara Eropa US $ 15 milyar & LDC’s US $ 14 Milyar
b. Goldin, dkk (1993) Sampai th 2002, sesudah terjadi penurunan tariff & subsidi 30% manfaat ekonomi rata-rata pertahun oleh anggota GATT sebesar US $ 230 Milyar (US $ 141,8 Milyar / 67%0 dinikmati oleh DC’s dan Indonesia rugi US $ 1,9 Milyar pertahaun
c. Satriawan (1997) Sektor pertanian Indonesia rugi besar dlm bentuk penurunan produksi komoditi pertanian sebesar 332,83% dengan penurunan beras sebesar 29,70% dibandingkan dg Negara ASIAN
d. Feridhanusetyawan, dkk (2000) Global Trade Analysis Project mengenai 3 skenario perdagangan bebas yakni Putaran Uruguay, AFTA & APEC. Ide dasarnya: apa yang terjadi jika 3 skenario dipenuhi (kesepakatan ditaati) dan apa yang terjadi jika produk pertanian diikutsertakan? Perubahan yang diterapkan dalam model sesuai kesepakatan putaran Uruguay adalah:
a. Pengurangan pajak domestic & subsidi sector pertanian sebesar 20% di DC’s dan 13 % di LDC’s.
b. Penurunan pajak/subsidi ekspor sector pertanian 36% di DC’s & 24% di LDC’s.
c. Pengurangan border tariff untuk komoditi pertanian & non pertanian
Liberalisasi perdagangan berdampak negative bagi Indonesia thd produksi padi & non gandum. Untuk AFTA & APEC, liberalisasi perdagangan pertanian menguntungkan Indonesia dg meningkatnya produksi jenis gandum lainnya (terigu, jagung & kedelai). AFTAIndonesia menjadi produsen utama pertanian di ASEANdan output pertanian naik lebih dari 31%. Ekspor pertanian naik 40%.
3. Nilai Tukar Petani (NTP)
Nilai tukar nilai tukar suatu barang dengan barang lainnya. Jika harga produk A Rp 10 dan produk B Rp 20, maka nilai tukar produk A thd B=(PA/PB)x100% =1/2. Hal ini berarti 1 produk A ditukar dengan ½ produk B. Dengan menukar ½ unit B dapat 1 unit A. Biaya opportunitasnya adalah mengrobankan 1 unit A utk membuat ½ unit B.
Dasar Tukar (DT):
 DT dalam negeri pertukaran 2 barang yang berbeda di dalam negeri dg mata uang nasional
 DT internasional / Terms Of Trade pertukaran 2 barang yang berbeda di dalam negeri dg mata uang internasional.
Nilai Tukar Petani Selisih harga output pertanian dg harga inputnya (rasio indeks harga yang diterima petani dg indeks harga yang dibayar). Semakin tinggi NTP semakin baik.
NTP setiap wilayah berbeda dan ini tergantung:
 Inflasi setiap wilayah
 Sistem distribusi input pertanian
 Perbedaan ekuilibrium pasar komoditi pertanian setiap wilayah (D=S) D>S harga naik & D 4. Investasi di Sektor Pertanian
Investasi di sector pertanian tergantung :
 Laju pertumbuhan output
 Tingkat daya saing global komoditi pertanian
Investasi:
 Langsung Membeli mesin
 Tdk Langsung Penelitian & Pengembangan
Hasil penelitian:
 Supranto (1998) laju pertumbuhan sektor ini rendah, karena PMDN & PMA serta kerdit yg mengalir kecil. Hal ini karena resiko lebih tinggi (gagal panen) dan nilai tambah lebih kecil di sektor pertanian.
Tabel 5.17 Investasi di sektor pertanian & industri manufaktur (Rp milyar) 1993-96
Sektor 1993 1994 1995 1996
Pertanian 2.735 4.545 7.128 15.284
Manufaktur 24.032 31.922 43.342 59.218


 Simatupang (1995) kredit perbankan lebih byk megalir ke sektor non pertanian & jasa dibanding ke sektor pertanian.
Tabel 5.18 Kredit Perbankan di sektor pertanian & industri manufaktur (Rp milyar) 1993-96
Sektor 1993 1994 1995 1996
Pertanian 7.846 8.956 9.841 11.010
Manufaktur 11.346 13.004 15.324 15.102
Penurunan ini disebabkan ROI sector pertanian +/- 15 %,shg tdk menarik.
5. Keterkaitan Pertanian dg Industri Manufaktur
Salah satu penyebab krisis ekonomi kesalahan industrialisasi yg tidak berbasis pertanian. Hal ini terlihat bahwa laju pertumbuhan sector pertanian (+) walaupu kecil, sedangkan industri manufaktur (-). Jepang, Taiwan & Eropa dlm memajukan industri manufaktur diawali dg revolusi sector pertanian.
Alasan sector pertanian harus kuat dlm proses industrialisasi:
 Sektor pertanian kuat pangan terjamin tdk ada laparkondisi sospol stabil
 Sudut Permintaan Sektor pertanian kuat pendapatan riil perkapita naik permintaan oleh petani thd produk industri manufaktur naik berarti industri manufaktur berkembang & output industri menjadi input sektor pertanian
 Sudut Penawaran permintaan produk pertanian sbg bahan baku oleh industri manufaktur.
 Kelebihan output siktor pertanian digunakan sbg sb investasi sektor industri manufaktur spt industri kecil dipedesaan.


Kenyataan di Indonesia keterkaitan produksi sektor pertanian dam industri manufaktur sangat lemah dan kedua sektor tersebut sangat bergantung kepada barang impor.
SUMBER :
http://id.wikipedia.org/wiki/Pertanian
http://kuswanto.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/19899/6-PERKEMBANGAN+SEKTOR+PERTANIAN.doc
http://ratnadedew21.blogspot.com/2011/03/sektor-pertanian-perekonomian-indonesia.html

pembangunan ekonomi daerah dan otonomi daerah (perekonomian Indonesia bab 5)

Tugas Perekonomian Indonesia Bab 5
PEMBANGUNAN EKONOMI DAERAH dan OTONOMI DAERAH
1. Pembangunan Ekonomi Regional
Perkembangan teori ekonomi pertumbuhan dan meningkatnya ketersediaan data daerah mendorong meningkatnya perhatian terhadap ketidakmerataan pertumbuhan daerah. Teori ekonomi pertumbuhan dimulai oleh Robert Solow yang dikenal dengan Model pertumbuhan neo-klasik. Dan beberapa ahli ekonomi Amerika mulai menggunakan teori pertumbuhan tersebut dengan menggunakan data-data daerah.
Untuk melihat ketidaknmerataan pertumbuhan regional dapat ditentukan dengan beberapa cara. Secara umum dalam menghitung pertumbuhan dengan;
1. pertumbuhan output
2. pertumbuhan output per pekerja
3. pertumbuhan output perkapita.
Pertumbuhan output digunakan untuk mengetahui indikator kapasitas produksi. Pertumbuhan output per pekerja seringkali digunakan untuk mengetahui indikator dari perubahan tingkat kompetitifitas daerah, sedangkan pertumbuhan output perkapita digunakan sebagai indikator perubahan dari kesejahteraan.
Perkembangan teori ekonomi pertumbuhan dan meningkatnya ketersediaan data daerah mendorong meningkatnya perhatian terhadap ketidakmerataan pertumbuhan daerah. Teori ekonomi pertumbuhan dimulai oleh Robert Solow yang dikenal dengan Model pertumbuhan neo-klasik. Dan beberapa ahli ekonomi Amerika mulai menggunakan teori pertumbuhan tersebut dengan menggunakan data-data daerah.
2. Faktor-faktor penyebab ketimpangan
Ada 2 faktor penyebab ketimpangan pembangunan, faktor pertama adalah karena ketidaksetaraan anugerah awal (initial endowment) diantara pelaku-pelaku ekonomi. Sedangkan faktor kedua karena strategi pembangunan dalam era PJP I lebih bertumpu pada aspek pertumbuhan (growth).
Sebagian ketidaksetaraan anugerah awal itu bersifat alamiah (natural) atau bahkan ilahiah. Akan tetapi sebagian lagi bersifat structural. Ketidaksetaraan itu berakibat peluang dan harapan untuk berkiprah dalam pembangunan menjadi tidak seimbang.
Ditumpukkannya strategi pembangunan pada aspek petumbuhan, bukanlah tidak beralasan. Secara akademik, baru pertumbuhanlah yang telah memiliki teori-teori yang mantap dalam konsep pertumbuhan ekonomi. Oleh karenanya tidaklah mengherankan kalau rancangan pebangunan lebih menyandarkan rencana pembangunannya pada aspek pertumbuhan.
3. Pembangunan Indonesia Bagian Timur
Pembangunan di Indonesia Bagian Timur lebih tertinggal dibandingkan daerah Indonesia bagian lain. Mungkin penyebabnya tanah yang lebih tidak subur dan masalah transportasi. Aku lihat sih daerah yang agak tandus, jalannya lebih cepat rusak, entah karena keadaan tanahnya atau karena suhu udaranya yang lebih panas. Sehingga perjalanan memerlukan waktu tempuh yang lebih lama dan medan yang berat. Aku sering main daerah dekat waduk/bendungan. Daerah yang sulit dijangkau karena jalannya rusak atau jauh, lebih mudah terjangkau dengan adanya transportasi air.
Keuntungannya:
Ø Proyek yang menarik dan mudah dijual karena akan mendapatkan hasil langsung berupa pohon/hasil hutan sepanjang yang akan dibuat jalan. Akan mendapatkan bahan galian yang bisa berupa bahan tambang yang bernilai tinggi (bisanya daerah tandus kaya akan bahan tambang bernilai tinggi dan batuan mulia/permata)dan atau bahan mineral.
Ø Peluang bisnis transportasi manusia dan barang (kalau tidak salah transportasi via air termasuk transportasi yang paling murah untuk angkutan barang).
Ø Bendungan bisa juga dibuat pembangkit listrik tenaga air.
Ø Bisa menjadi Objek wisata.
Ø Di bendungan bisa dibuat budi daya ikan jaring terapung, sedangkan di jalan air bisa di buat budi daya ikan di keramba.
Ø Untuk saluran irigasi.
Ø Meningkatkan kesuburan tanah(biasanya daerah dekat aliran air, tanahnya menjadi lebih subur).
Ø Bisa juga dirancang untuk mengatasi banjir.
Ø Bisa juga dirancang untuk mengatasi kebakaran hutan (minimal melokalisasi kebakaran hutan yang terpotong jalan air).
Ø Transportasi manusia dan barang lebih mudah, murah dan lancar otomatis meningkatkan aktivitas ekonomi di daerah itu dan antar pulau.
Ø Akan berkembang aktivitas-aktivitas ekonomi penunjang lainnya yang meningkatkan penghasilan dan menyerap lapangan pekerjaan.
Ø Mempermudah aparat keamanan untuk menjaga daerah-daerah yang sulit dijangkau lewat darat.
Hal-hal yang harus diperhatikan:
a. Masalah pengawasan dan keamanan lalu lintas jalan air.
b. Debit banjir bila air meluap.
c. Pemeliharaan jalan air.
d. Masalah keselamatan pengguna jalan air.
4. Teori dan Analisis Pembangunan Ekonomi Daerah
Perbedaan karakteristik wilayah berarti perbedaan potensi yang dimiliki, sehingga membutuhkan perbedaan kebijakan untuk setiap wilayah. Untuk menunjukkan adanya perbedaan potensi ini maka dibentuklah zona-zona pengembangan ekonomi wilayah.
Zona Pengembangan Ekonomi Daerah adalah pendekatan pengembangan ekonomi daerah dengan membagi habis wilayah sebuah daerah berdasarkan potensi unggulan yang dimiliki, dalam satu daerah dapat terdiri dari dua atau lebih zona dan sebuah zona dapat terdiri dari dua atau lebih cluster. Setiap zona diberi nama sesuai dengan potensi unggulan yang dimiliki, demikian pula pemberian nama untuk setiap cluster, misalnya : Zona Pengembangan Sektor Pertanian yang terdiri dari Cluster Bawang Merah, Cluster Semangka, Cluster Kacang Tanah, dst.
Zona pengembangan ekonomi daerah (ZPED) adalah salah satu solusi yang dapat diterapkan untuk membangun ekonomi suatu daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat di masa depan. Pola pembangunan ekonomi dengan pendekatan Zona Pengembangan Ekonomi Daerah (ZPED), bertujuan:


1. Membangun setiap wilayah sesuai potensi yang menjadi keunggulan kompetitifnya/kompetensi intinya.
2. Menciptakan proses pembangunan ekonomi lebih terstruktur, terarah dan berkesinambungan.
3. Memberikan peluang pengembangan wilayah kecamatan dan desa sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi daerah.
Hal ini sejalan dengan strategi pembangunan yang umumnya dikembangkan oleh para ahli ekonomi regional dewasa ini. Para ahli sangat concern dengan ide pengembangan ekonomi yang bersifat lokal, sehingga lahirlah berbagai Strategi Pembangunan Ekonomi Lokal (Local Economic Development/LED).
Strategi ini terangkum dalam berbagai teori dan analisis yang terkait dengan pembangunan ekonomi lokal. Salah satu analisis yang relevan dengan strategi ini adalah Model Pembangunan Tak Seimbang, yang dikemukakan oleh Hirscman :
“Jika kita mengamati proses pembangunan yang terjadi antara dua priode waktu tertentu akan tampak bahwa berbagai sektor kegiatan ekonomi mengalami perkembangan dengan laju yang berbeda, yang berarti pula bahwa pembangunan berjalan dengan baik walaupun sektor berkembang dengan tidak seimbang. Perkembangan sektor pemimpin (leading sector) akan merangsang perkembangan sektor lainnya. Begitu pula perkembangan di suatu industri tertentu akan merangsang perkembangan industri-industri lain yang terkait dengan industri yang mengalami perkembangan tersebut”.
Model pembangunan tak seimbang menolak pemberlakuan sama pada setiap sektor yang mendukung perkembangan ekonomi suatu wilayah. Model pembangunan ini mengharuskan adanya konsentrasi pembangunan pada sektor yang menjadi unggulan (leading sector) sehingga pada akhirnya akan merangsang perkembangan sektor lainnya.
Terdapat pula analisis kompetensi inti (core competiton). Kompetensi inti dapat berupa produk barang atau jasa yang andalan bagi suatu zona/kluster untuk membangun perekonomiannya. Pengertian kompetensi inti menurut Hamel dan Prahalad (1995) adalah :
“Suatu kumpulan kemampuan yang terintegrasi dari serangkaian sumberdaya dan perangkat pendukungnya sebagai hasil dari proses akumulasi pembelajaran, yang akan bermanfaat bagi keberhasilan bersaing suatu bisnis”.
Sedangan menurut Reeve (1995) adalah :
“Aset yang memiliki keunikan yang tinggi, sulit ditiru, keunggulan daya saing ditentukan oleh kemampuan yang unik, sehingga mampu membentuk suatu kompetensi inti”.
5. Otonomi Daerah
Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
SUMBER DATA ::
http://id.wikipedia.org/wiki/Otonomi_daerah
http://www.forumbebas.com/thread-139249.html
http://ratnadedew21.blogspot.com/2011/03/tugas-perekonomian-indonesia-bab-5.html

Kemiskinan dan Kesenjangan (Perekonomian Indonesia Bab 4)

Kemiskinan dan Kesenjangan (Perekonomian Indonesia Bab 4)
KEMISKINAN DAN KESENJANGAN

1. KONSEP DAN DEFINISI
Besarnya kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu kepada garis kemiskinan. Konsep yang mengacu kepada garis kemiskinan disebut kemiskinan relative, sedangkan konsep yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan absolute. Kemiskian relatif adalah suatu ukuran mengenai kesenjangan di dalam distribusi pendapatan, yang biasanya dapat didefinisikan di dalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang dimaksud. Di Negara-negara maju, kemiskinan relative diukur sebagai suatu proporsi dari tingakt pendapatan rata-rata per kapita. Sebagi suatu ukuran relative, kemiskinan relative dapat berbeda menurut Negara atau periode di suatu Negara. Kemiskinan absolute adalah derajat dari kemiskinan di bawah, dimana kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak terpenuhi.
2. PERTUMBUHAN, KESENJANGAN DAN KEMISKINAN
Data 1970 – 1980 menunjukkan ada korelasi positif antara laju pertumbuhan dan tingkat kesenjangan ekonomi. Semakin tinggi pertumbuhan PDB/pendapatan perkapita, semakin besar perbedaan sikaya dengan simiskin.
Penelitian di Asia Tenggara oleh Ahuja, dkk (1997) menyimpulkan bahwa selama periode 1970an dan 198an ketimpangan distribusi pendapatan mulai menurun dan stabil, tapi sejak awal 1990an ketimpangan meningkat kembali di LDC’s dan DC’s seperti Indonesia, Thaliland, Inggris dan Swedia.
Janti (1997) menyimpulkan è semakin besar ketimpangan dalam distribusi pendapatan disebabkan oleh pergeseran demografi, perubahan pasar buruh, dan perubahan kebijakan publik. Perubahan pasar buruh ini disebabkan oleh kesenjangan pendapatan dari kepala keluarga dan semakin besar saham pendapatan istri dalam jumlah pendapatan keluarga. Hipotesis Kuznetsè ada korelasi positif atau negatif yang panjang antara tingkat pendapatan per kapita dengan tingkat pemerataan distribusi pendapatan.

3. BEBERAPA INDIKATOR KESENJANGAN DAN KEMISKINAN
• INDIKATOR KESENJANGAN
Ada sejumlah cara untuk mrngukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic dominance. Yang sering digunakan dalam literatur adalah dari kelompok pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yaitu the generalized entropy (GE), ukuran atkinson, dan koefisien gini.
Yang paling sering dipakai adalah koefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada selang 0 sampai dengan 1. Bila 0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama dari pendapatan) dan bila 1 : ketidakmerataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan.0
Kurva Lorenz, Kumulatif presentase dari populasi, Yang mempunyai pendapatan
Ide dasar dari perhitungan koefisien gini berasal dari kurva lorenz. Semakin tinggi nilai rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh kurva lorenz dari garis 45 derajat tersebut, semakin besar tingkat ketidakmerataan distribusi pendapatan.
Ketimpangan dikatakan sangat tinggi apabilai nilai koefisien gini berkisar antara 0,71-1,0. Ketimpangan tinggi dengan nilai koefisien gini 0,5-0,7. Ketimpangan sedang dengan nilai gini antara 0,36-0,49, dan ketimpangan dikatakan rendah dengan koefisien gini antara 0,2-0,35.
Selain alat ukur diatas, cara pengukuran lainnya yang juga umum digunakan, terutama oleh Bank Dunia adalah dengan cara jumlah penduduk dikelompokkan menjadi tiga group : 40% penduduk dengan pendapatan rendah, 40% penduduk dengan pendapatan menengah, dan 20% penduduk dengan pendapatan tinggi dari jumlah penduduk. Selanjutnya, ketidakmerataan pendapatan diukur berdasarkan pendapatan yang dinikmati oleh 40% penduduk dengan pendapatan rendah. Menurut kriteria Bank Dunia, tingkat ketidakmerataan dalam distribusi pendapatan dinyatakan tinggi, apabila 40% penduduk dari kelompok berpendapatan rendah menerima lebih kecil dari 12% dari jumlah pendapatan. Tingkat ketidakmerataan sedang, apabila kelompok tersebut menerima 12% sampai 17% dari jumlah pendapatan. Sedangkan ketidakmerataan rendah, apabila kelompok tersebut menerima lebih besar dari 17% dari jumlah pendapatan.
• INDIKATOR KEMISKINAN
Batas garis kemiskinan yang digunakan setiap negara ternyata berbeda-beda. Ini disebabkan karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan (BPS, 1994). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa.
Dengan kata lain, BPS menggunakan 2 macam pendekatan, yaitu pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach) dan pendekatan Head Count Index. Pendekatan yang pertama merupakan pendekatan yang sering digunakan. Dalam metode BPS, kemiskinan dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Sedangkan Head Count Index merupakan ukuran yang menggunakan kemiskinan absolut. Jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang berada di bawah batas yang disebut garis kemiskinan, yang merupakan nilai rupiah dari kebutuhan minimum makanan dan non makanan. Dengan demikian, garis kemiskinan terdiri dari 2 komponen, yaitu garis kemiskinan makanan (food line) dan garis kemiskinan non makanan (non food line).
Untuk mengukur kemiskinan terdapat 3 indikator yang diperkenalkan oleh Foster dkk (1984) yang sering digunakan dalam banyak studi empiris. Pertama, the incidence of proverty : presentase dari populasi yang hidup di dalam keluarga dengan pengeluaran konsumsi perkapita dibawah garis kemiskinan, indeksnya sering disebut rasio H. Kedua, the dept of proverty yang menggambarkan dalamnya kemiskinan disuatu wilayah yang diukur dengan indeks jarak kemiskinan (IJK), atau dikenal dengan sebutan proverty gap index. Indeks ini mengestimasi jarak/perbedaan rata-rata pendapatan orang miskin dari garis kemiskinan sebagai suatu proporsi dari garis tersebut yang dapat dijelaskan dengan formula sebagai berikut :
Pa = (1 / n) ∑i [(z - yi) / z]a
Indeks Pa ini sensitif terhadap distribusi jika a >1. Bagian [(z - yi) / z] adalah perbedaan antara garis kemiskinan (z) dan tingkat pendapatan dari kelompok keluarga miskin (yi) dalam bentuk suatu presentase dari garis kemiskinan. Sedangkan bagian [(z - yi) / z]a adalah presentase eksponen dari besarnya pendapatan yang tekor, dan kalau dijumlahkan dari semua orang miskin dan dibagi dengan jumlah populasi (n) maka menghasilkan indeks Pa.
Ketiga, the severity of property yang diukur dengan indeks keparahan kemiskinan (IKK). Indeks ini pada prinsipnya sama seperti IJK. Namun, selain mengukur jarak yang memisahkan orang miskin dari garis kemiskinan, IKK juga mengukur ketimpangan di antara penduduk miskin atau penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Indeks ini yang juga disebut Distributionally Sensitive Index dapat juga digunakan untuk mengetahui intensitas kemiskinan.
4. TEMUAN EMPIRIS
• DISTRIBUSI PENDAPATAN
Studi-studi mengenai distribusi pendapatan di Indonesia pada umumnya menggunakan data BPS mengenai pengeluaran konsumsi rumah tangga dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Data pengeluaran konsumsi dipakai sebagai suatu pendekatan (proksi) untuk mengukur distrubusi pendapatan masyarakat. Walaupun diakui bahwa cara ini sebenarnya mempunyai suatu kelemahan yang serius, data pengeluaran konsumsi bisa memberikan informasi yang tidak tepat mengenai pendapatan, atau tidak mencerminkan tingkat pendapatan yang sebenarnya.
Akan tetapi, karena pengumpulan data pendapatan di Indonesia seperti di banyak LCDs lainnya masih relatif sulit, salah satunya karena banyak rumah tangga atau individu yang bekerja di sektor informal atau tidak menentu, maka penggunaan data pengeluaran konsumsi rumah tangga dianggap sebagai salah satu alternatif.
Menjelang pertengahan tahun 1997, beberapa saat sebelum krisis ekonomi muncul, ingkat pendapatan per kepala di Indonesia sedah melebihi 1000 dolas AS, dan tingkat ini jauh lebih tinggi. Namun, apa artinya kalau hanya 10% saja dari jumlah penduduk di tanah air yang menikmati 90% dari jumlah PN. Sedangkan, sisanya 80% hanya menikmati 10% dari PN. Atau kenaikan PN selama masa itu hanya dinikmati oleh kelompok 10% tersebut, sedangkan pendapatan dari kelompok masyarakat yang mewakili 90% dari jumlah penduduk tidak mengalami perbaikan yang berarti.
Boleh dikatakan bahwa baru sejak akhir 1970-an, Pemerintah Indonesia mulai memperlihatkan kesungguhan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sejak itu aspek pemerataan dalam trilogi pembangunan semakin ditekankan dan ini didentifikasikan dalam delapan jalur pemerataan. Sudah banyak program-program dari pemerintah pusat hingga saat ini yang mencerminkan upaya tersebut, seperti program serta kebijkan yang mendukung pembangunan industri kecil, rumah tangga dan koperasi, Program Keluarga Sejahtera, Program KB, UMR, UMP, dan lain sebagainya.
Berikut adalah nilai rasio gini Indonesia menurut daerah perkotaan dan pedesaan mulai tahun 1990-1999.

tahun perkotaan pedesaan nasional
1990 0,34 0,25 0,32
1993 0,33 0,26 0.34
1994 0,35 0,26 0,34
1995 0,35 0,27 0,35
1996 0,35 0,27 0,36
1990 0,34 0,25 0,32
1993 0,33 0,26 0.34
1999 0,34 0,26 0,33



Yang menarik dari data susenas tersebut adalah bahwa ternyata krisis ekonomi tidak membuat ketimpangan dalam distribusi pendapatan menjadi tambah parah, bahkan kelihatannya cenderung menurun. Dan angka Indeks Gini di pedesaan selalu lebih rendah dari pada di perkotaan.
• KEMISKINAN
Di Indonesia, kemiskinan merupakan salah satu masalah besar. Terutama meliahat kenyataan bahwa laju pengurangan jumlah orang miskin di tanah air berdasarkan garis kemiskinan yang berlaku jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi dalam kurun waktu sejak Pelita I hingga 1997 (sebelum krisis eknomi). Berdasarkan fakta ini selalu muncul pertanyaan, apakah memang laju pertymbuhan yang tingii dapat mengurangi tingkat kemiskinan atau apakahmemang terdapat suatu korelasi negatif yang signifikan antara tingkat pertumbuhan dan presentase jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan?.
Kalau dilihat data dari Asia dalam sstudinya Dealolikar dkk. (2002), kelihatannya memang ada perbedaan dalam presentase perubahan kemiskinan antara kelompok negara dengan leju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan kelompoknegara dengan pertumbuhan yang rendah. Seperti China selama tahun 1994-1996 pertumbuhan PDB riil rata-rata per tahun 10,5%, tingkat penurunan kemiskinan per kapita selama periode tersebut sekitar 15,5%, yakni dari 8,4% ke 6,0% dari jumlah populasinya. Sedangkan, misalnya Bangladesh dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata per tahun hanya 3,1% selama 1992-1996, tingkat penurunan kemiskinannya per kapita hanya 2,5%. Ada sejumlah negara, termasuk Indonesia, yang jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan bertambah walaupun ekonominya tumbuh positif.[5]
Seperti telah dibahas sebelumnya, banyak studi empiris yang memang membuktikan adanya suatu relasi trade off yang kuat antara laju pertumbuhan pendapatan dan tingkat kemiskinan, namun hubungan negatif tersebut tidak sistematis. Namun, dari beberapa studi empiris yang pernah dilakukan, pendekatan yang digunakan berbeda-beda dan batas kemiskinan yang dipakai beragam pula, sehingga hasil atau gambaran mengenai hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan juga berbeda.
5. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN
Faktor yang berpengaruh pada tingkat kemiskinan:
1. Pertumbuhan
2. Tingkat Pendidikan
3. Struktur Ekonomi
6.KEBIJAKAN ANTIKEMISKINAN
Kebijakan anti kemiskinan dan distribusi pendapatan mulai muncul sebagai salah satu kebijakan yang sangat penting dari lembaga-lembaga dunia, seperti Bank Dunia, ADB,ILO, UNDP, dan lain sebagainya.
Tahun 1990, Bank Dunia lewat laporannya World Developent Report on Proverty mendeklarasikan bahwa suatu peperangan yang berhasil melawan kemiskinan perlu dilakukan secara serentak pada tiga front : (i) pertumbuhan ekonomi yang luas dan padat karya yang menciptakan kesempatan kerja dan pendapatan bagi kelompok miskin, (ii) pengembangan SDM (pendidikan, kesehatan, dan gizi), yang memberi mereka kemampuan yang lebih baik untuk memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang diciptakan oleh pertumbuhan ekonomi, (iii) membuat suatu jaringan pengaman sosial untuk mereka yang diantara penduduk miskin yang sama sekali tidak mamu untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan dari pertumbuhan ekonomi dan perkembangan SDM akibat ketidakmampuan fisik dan mental, bencana alam, konflik sosial, dan terisolasi secara fisik.
Untuk mendukung strategi yang tepat dalam memerangi kemiskinan diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau tujuan perantaranya dapat dibagi menurut waktu, yaitu :
Intervensi jangka pendek, berupa :
Pembangunan sektor pertanian, usaha kecil, dan ekonomi pedesaan
Manajemen lingkungan dan SDA
Pembangunan transportasi, komunikasi, energi dan keuangan
Peningkatan keikutsertaan masyarakat sepenuhnya dalam pembangunan
Peningkatan proteksi sosial (termasuk pembangunan sistem jaminan sosial)
Intervensi jangka menengah dan panjang, berupa :
• Pembangunan/penguatan sektor usaha
• Kerjsama regiona
• Manajemen pengeluaran pemerintah (APBN) dan administrasi
• Desentralisasi
• Pendidikan dan kesehatan
• Penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan
• Pembagian tanah pertanian yang merata
REFERENSI:
http://mdgs-dev.bps.go.id/main.php?link=ingoal1
http://blog.uin-malang.ac.id/nita/2011/01/06/kemiskinan-dan-kesenjangan-pendapatan/
http://syirinalmadani-syirin.blogspot.com/2011/03/kemiskinan-dan-kesenjangan-pendapatan.html
http://ratnadedew21.blogspot.com/2011/03/kemiskinan-dan-kesenjangan-perekonomian.html